8/21/2006

Tes HIV Tidak Boleh Dipaksakan

Martin, panggilan akrab Martinus S Agus, prihatin dengan adanya tes HIV paksa. Karena itu, staf Yakeba tersebut menulis idenya di blog ini. Semoga bermanfaat.


Penunggu Blog

***


Tes HIV Tidak Boleh Dipaksakan

Oleh Martinus S Agus, staf Yayasan Kesehatan Bali [Yakeba]

Salah satu perdebatan tentang HIV/AIDS yang sedang berlangsung saat ini adalah apakah perlu tes HIV untuk calon tenaga kerja Indonesia (TKI) yang akan dikirim ke luar negeri. TKI ini termasuk di antaranya adalah pekerja dari Bali yang sebagian besar bekerja di kapal pesiar. Pihak pengusaha, pemilik perusahaan memaksakan agar setiap calon TKI melakukan tes. Sementara kalangan aktivis penanggulangan HIV/AIDS menyatakan tes HIV tidak boleh dilakukan dengan paksaan.

Tes human immunodeficiancy virus (HIV), virus penyebab sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh atau acquired immune deficiancy syndrome (AIDS) hanya boleh dilakukan setelah melalui voluntary concelling and testing (VCT) atau tes dan konseling sukarela. Tujuannya untuk membantu mengenali perilaku atau kegiatan yang jadi saran penularan HIV.

Melalui VCT, orang yang dites akan diberi masukan oleh konselor sehingga pada akhirnya klien akan tes HIV berdasarkan pilihannya sendiri. Dari hasil konseling tersebut konselor juga akan tahu apakah klien siap tes atau tidak. Jika klien siap dan bersedia tes HIV secara sukarela, konselor pula yang akan memberitahu apa hasilnya dan apa langkah yang bisa diambil oleh klien. Manfaat konseling dan tes HIV secara sukarela adalah mempersiapkan mental klien untuk tes, membantu klien menerima hasil tes, mengarahkan klien yang positif HIV pada pelayanan yang dibutuhkan, serta merencanakan perawatan untuk masa depan.

Namun VCT tak hanya dilakukan untk calon TKI. Bisa juga untuk masyarakat umum yang merasa punya risiko tertular HIV. Misalnya orang yang suka berganti pasangan seksual tanpa alat pengaman atau pengguna narkoba dengan jarum suntik yang suka memakai jarum secara bergantian.

Untuk menurunkan angka penyebaran HIV/AIDS, perlu adanya kesadaran kita sebagai anggota masyarakat untuk tetap waspada dan menjaga perilaku. Misalnya tidak jangan melakukan hubungan seksual sebelum menikah, tidak menggunakan narkoba dengan jarum suntik bergantian, atau menggunakan alat pengaman (kondom) jika suka berganti pasangan seksual. Jika kita termasuk orang yang pernah melakukan perilaku tersebut, sebaiknya secara suka rela melakukan konseling dan tes HIV/AIDS.

Saat ini sudah banyak lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan instansi pemerintah yang menyediakan konselor dan rumah sakit untuk tes HIV secara gratis. Dan, ingat, hasil tes tersebut sangat dijaga kerahasiaannya. Orang lain tidak boleh tahu selama Anda tidak mengizinkan untuk memberitahu. Melanggar kerahasiaan tersebut sama dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Jika ada yang melanggar asas kerahasiaan (konfidensialitas) ini, Anda bisa menuntut. Karena itu, tunggu apa lagi, semakin cepat Anda tahu status Anda, semakin cepat Anda bisa memutuskan kelangsungan dan perencanaan hidup Anda selanjutnya.

Hal yang harus paling diingat adalah bahwa jika hasil tes tersebut positif, bukan berarti dunia sudah berakhir. Anda masih bisa berkarir dan mengabdi pada masyarakat tanpa harus merasa rendah diri. Karena sudah terbukti banyak orang positif HIV yang bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan sesuatu yang berguna pada komunitasnya. Jadi, tunggu apa lagi? Segera tes HIV...


This page is powered by Blogger. Isn't yours?