10/05/2006

Beragam Masalah Program Pengurangan Dampak Buruk

Beragam Masalah Program Pengurangan Dampak Buruk

[Andy Mansrianto, Petugas Lapangan Yayasan Hatihati Denpasar]

Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Bali per Juli 2006 lalu, jumlah orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Bali berlatar belakang injecting drug user (IDU) mencapai 44,5 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan heteroseksual (38 persen), homo/biseksual (9 persen), tidak di ketahui (8 persen), dan bayi tertular dari ibu (0,5 persen). Penularan HIV di kalangan IDU akibat pengguna jarum suntik yang tidak seteril.

Karena itu dilaksanakanlah program pengurangan dampak buruk (harm reduction) seperti pertukaran jarum suntik atau needle exchange program (NEP) dan substitusi Methadone atau Subutex. Tujuannya mengurangi laju penularan HIV/AIDS di kalangan IDU.

Namun, menurut saya, program harm reduction masih menemui masalah. Sebagai contoh, dampingan saya di Kuta memiliki kelompok dan budaya karakter yang berbeda. Tingkat pemahaman mereka juga berbeda dan masih rendah. Misalnya klien Methadone menganggap program pelayanan Subutex tidak bagus, karena tidak bisa dipakai terapi dengan jangka panjang. Subutex dianggap hanya obat detoksifikasi jangka pendek. Kenyataannya sampai saat ini Subutex masih sangat diminati oleh dampingan di Kuta.

Namun klien yang ikut Subutex pun menganggap methadone kurang bagus. Methadone dan Subutex adalah program pengganti putaw, yang diharapkan bisa mengatasi persoalan IDU agar pulih dari ketergantungannya pada narkoba. Masih ada beberapa dampingan yang mengalami hambatan meski sudah ikut pengalihan Methadone dan Subutex. Masih ada sebagian dampingan yang ikut Methadone maupun Subutex masih pakai putaw. Pemakaian dua substitusi itu pun sugestinya masih antara 20 persen hingga 30 persen.

Walau pun demikian terbukti bahwa Methadone dan Subutex sudah bagus. Keduanya bisa mengurangi tingkat pemakaian jarum di kalangan IDU. Kemungkinan besar ketika para pecndu sudah pada pengalihan, tingkat kriminal pun akan menurun. Tingkat risiko tertular HIV/AIDS di kalangan IDU pun setidaknya berkurang. Tinggal ditingkatkan sistem pengawasan terhadap layanan-layanan yang sudah ada saat ini. Selain itu perlu juga memberikan pemahaman dan pengatahuan terus menerus pada dampingan IDU khususnya, maupun masyarakat umumnya tentang persoalan HIV/AIDS dan narkoba.

Kenapa perlu dilakukan? Agar dampingan paham dua permasalahan perilaku yang dihadapinya. Salah satunya perilaku risiko terhadap penyuntikan yang tidak aman atau masalah penyakit adiksinya dan perilaku seksnya sendiri. Bagaimana pasangan seksnya? Sudah aman apa belum? Hal ini penting kita cermati karena tak sedikit IDU yang sudah tak berbagi jarum ketika pakaw, namun masih enggan menggunakan kondom saat berhubungan seks.

Di sinilah pentingnya peran pemerintah, khususnya instansi di bidang kesehatan, LSM, untuk terus meningkatkan pencegahan dan informasih tentang bahaya penggunaan narkoba, dampak penularan HIV/AIDS, dan bagaimana cara mencegahnya. Ini perlu dilakukan agar HIV tidak makin menyebar dan kita semua jadi korban. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?