11/12/2006

Kompleksnya Penanggulangan HIV/AIDS pada Pecandu Perempuan

Kompleksnya Penanggulangan HIV/AIDS pada Pecandu Perempuan

[Andy Mansrianto, Petugas Lapangan Yayasan Hatihati Denpasar]

Saat ini jumlah perempuan injecting drug user (IDU) yang saya dampingi di Kuta ada 10 orang. Masalah mereka terkait penanggulangan HIV/AIDS pun sangat kompleks. Data Dinas Kesehatan Provinsi Bali per Juli 2006 menunjukkan jumlah orang dengan HIV/AIDS (Odha) di Bali berlatar belakang IDU mencapai 44,5 persen. Angka ini lebih tinggi dibandingkan heteroseksual (38 persen), homo/biseksual (9 persen), tidak diketahui (8 persen), dan bayi tertular dari ibu (0,5 persen). Penularan HIV di kalangan IDU laki-laki mau pun IDU perempuan akibat penggunaan jarum suntik yang tidak steril.

Penanggulangan HIV/AIDS di kalangan pecandu memang lebih kompleks. Salah satu contoh, pengakuan dampingan saya, dia dulu selalu berbagi jarum suntik, karena saat itu sulit mendapatkan jarum baru, juga informasi tentang HIV/AIDS dan narkoba. Kini, saat jarum lebih mudah didapat melalui program pertukaran jarum suntik, masalah lain justru menghadang. Sebagian besar pecandu perempuan, yang juga pekerja seks, jarang sekali menggunakan kondom ketika berhubungan dengan pelanggannya. Hal ini terjadia karena kebanyakan pelanggan merasa tidak enak pakai kondom. Atau, perempuan pecandu itu susah menawarkan pelanggan ketika sedang mabuk.

Strategi yang dilakukan misalnya, perempuan itu mengatakan, “Pake kondom donk, nanti tertular HIV/AIDS.” Tapi karena si pelanggan mengatakan tidak enak, tidak alami, dan ada saja alasan lain seperti mengatakan oke pakai kondom tetapi tidak dibayar maka si perempuan terpaksa melayani meski tanpa pakai kondom. Dia mengaku dari pada pakai kondom tapi tidak dibayar, lebih baik tidak pakai kondom asal dibayar. Sebab, ia harus mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan narkobanya. Di benak perempuan itu yang terpenting dapat uang untuk menggunakan putaw, daripada nanti sakaw kemudian tidak punya uang.

Nah hal-hal seperti ini sering tidak disadari kelompok dampingan (KD) khususnya IDU perempuan yang berprofesi sebagai PSK. Di sisi lain dia sadar bahaya penularan HIV melalui jarum, juga sadar bahwa penularan HIV/AIDS pun rentan melalui hubungan seks bebas tanpa pelindung, namun karena kebutuhan drugs dan kelanjutan hidupnya, dia mau saja melakukan perilaku seks yang tidak aman.

Selain itu kurang lengkapnya pengetahuan tentang HIV/AIDS membuat sebagian besar di antara mereka percaya dengan mitos di kelompok mereka. Misalnya, mitos bahwa penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks butuh beberapa kali hubungan baru tertular, itu pun kalau seandainya terjadi lecet pada saat berhubungan. Mitos-mitos seperti ini sangat mempengaruhi KD sehingga mereka ragu-ragu menjaga perilaku. Perilaku yang semula sudah aman menjadi tidak aman.

Nah, di sinilah pentingnya peran petugas penjangkau melurusakan presepsi dampingan dan meluruskan mitos yang berkembang di masyarakat. Mencermati apa kata dampingan, menurut saya, hubungan seks tidak pakai kondom justru lebih rentan tertular penyaki. Misalnya penyakit kuntilanak alias kutilan, sifilis, GO/kencing nanah. Menurut bahasa medis disingkatannya infeksi menular seksual (IMS). Penyakit yang sudah lama menjadi momok di masyarakat ini kalu tidak ditanggulangi secepatnya akan jadi fatal. Demikian halnya juga mengenai penularan HIV/AIDS melalui hubungan seks. Jangan dilihat dari sisi lecetnya saja. Yng perlu dipahami teman-teman adalah kita tidak bisa mengetahui siapa yang mengidap virus HIV hanya dari penampilannya atau tanda tertentu.

Selama ini banyak perempuan terlihat sehat-sehat saja tanpa gejala tertular IMS mau pun HIV/AIDS. Banyak juga yang tidak sadar terjadinya lecet ketika berhubungan seks. Virus HIV hanya dapat diketahui melalui tes darah, lain halnya dengan IMS. Seseorang yang sudah tertular gonorhoe dan kencing nanah bisa menandakan gejala dua hari sesudah berhubungan seks. Dua jenis IMS ini paling banyak dialami laki-laki. Di kalangan kaum perempuan kebanyakan mengalami keputihan berlebihan atau rasa bau yang tak sedap di bagian vagina.

Apa yang saya sampaikan di atas semata untuk membuka pikiran bahwa persoalan HIV/AIDS adalah persoalan yang sangat kompleks. Tidak ada satu hal yang berdiri terpisah dari banyak hal lain. Tanpa kita sadari, tanpa kita ketahui, persoalan itu akan berhubungan dengan kita juga. Karena itulah, pemahaman di atas semoga menggugah kita untuk tidak lagi hanya diam menghadapi masalah ini. Sekaligus untuk jadi bahan renungan dalam peringatan hari AIDS se-Dunia 1 Desember nanti.

Bagian paling penting adalah, sekali lagi, cukupnya pengetahuan tentang HIV/AIDS dan narkoba merupakan langkah awal dalam penanggulangan. Pencegahan, perawatan, dan pengobatan untuk melindungi diri, harta, dan narkoba tidak ada artinya dibandingkan hidup berjuang melawan HIV/AIDS. Selamatkan kaum perempuan, kaum laki-laki, dan generasi penerus dari ancaman HIV/AIDS dan narkoba. Agar kita semua bisa selamat. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?