12/07/2006

Perangkat Desa Menanggulangi HIV/AIDS

Perangkat Desa Menanggulangi HIV/AIDS

[Anton Muhajir, anggota Komunitas Jurnalis Peduli AIDS (KJPA) Bali]

Ketika ditemukan pertama kali di Indonesia pada 1987, banyak orang melihat HIV/AIDS hanya persoalan kelompok tertentu. Waktu itu Tuti Parwati, dokter spesialis penyakit dalam di Denpasar menemukan human immunodeficiancy virus (HIV), virus penyebab sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh, acquired immune deficiancy syndrome (AIDS) pada seorang turis Belanda. Turis itu orientasi seksualnya homosek. Karena itu HIV/AIDS, saat itu dianggap hanya persoalan turis, orang kota, dan kelompok homoseks.

Faktanya, epidemi ini telah menerobos batas sosial, geografis, dan orientasi seksual. Desa yang selama ini seolah-olah tak tersentuh masalah ini juga terdampak. Maka, Agustus lalu, Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), lembaga swadaya masyarakat (LSM) penanggulangan HIV/AIDS di Bali membentuk Kader Desa Peduli AIDS (KDPA). “Agar masalah ini juga melibatkan perangkat desa,” ujar Direktur Pelaksana YCUI Made Efo Suarmiartha.

KDPA merupakan organisasi kader-kader desa yang peduli masalah HIV/AIDS. Ketut Sriawan, koordinator KDPA mengatakan, kegiatan KDPA yang selama ini sudah berjalan misalnya penyuluhan HIV/AIDS melalui genjek. “Penyuluhan jadi priortitas karena masih banyak warga salah paham terhadap HIV/AIDS. Misalnya merasa tidak mungkin terkena. Padahal HIV/AIDS sudah menyebar ke kelompok-kelompok tidak berisiko,” kata Terry, panggilan akrabnya.

Tujuan utama KDPA juga menjadikan masalah infeksi menular seksual (IMS), termasuk HIV/AIDS sebagai bagian dari persoalan orang desa. Mereka yang terlibat KDPA adalah perangkat desa. Namun tujuan lainnya adalah untuk menghapus stigma bahwa masalah HIV/AIDS hanya kelompok orang “berdosa” serta mitos bahwa orang desa tidak akan tersentuh masalah ini. Sebab, fakta menunjukkan, orang desa juga rentan terdampak HIV/AIDS.

“Setelah melihat data kasus, ternyata kasus IMS paling banyak terjadi dari desa,” ujar Efo. Hal ini, menurutnya, karena orang-orang desa punya mobilitas tinggi. Pekerjaan sebagai tukang dan sopir membuat mereka sering berpindah.

Mobilitas ini ada hubungannya dengan kondisi desa mereka. Makin kering dan terpencil, makin banyak penduduk desa itu yang merantau dan memiliki perilaku berisiko tinggi. Jangkauan YCUI pun lebih banyak di daerah. Semula mereka lebih fokus di Kuta, Sanur, dan Denpasar. Nyatanya, masalah juga terjadi di Ubud, Karangasem, Candi Dasa, hingga Lovina. Maka wilayah jangkauan mereka pun ada di daerah terpencil seperti kabupaten Badung, Karangasem, Jembrana, dan Buleleng.

Penjangkauan ke desa ini juga dilakukan karena biasanya kelompok berisiko tinggi ini kembali ke desa setelah sakit. Masalahnya, kurangnya pengetahuan tentang HIV/AIDS membuat orang-orang desa ini tak sadar mereka positif HIV, bahkan sudah pada fase AIDS. Mereka menghubungkan sakit mereka dengan persoalan non-medis. “Kalau sakit tidak sembuh-sembuh, mereka berpikir hal itu karena guna-guna atau semacamnya. Apalagi di Bali masih kuat anggapan seperti itu,” kata Efo.

Tanpa mereka sadari, mereka yang sudah positif HIV atau IMS lain ini menularkan ke istri. Dari istri menular ke anak. Dengan cepat, HIV menular ke orang-orang yang tak pernah melakukan perilaku berisiko tinggi. Efo mencotohkan, saat ini YCUI melalui kelompok dampingan Suryakanta sedang mendampingi sekitar 23 anak yatim piatu di daerah Gerokgak, Buleleng.

Orang tua mereka meninggal karena infeksi oprotunistik (IO) akibat HIV/AIDS. Bahkan, ada dua anak yang saat ini telah tertular HIV/AIDS. Anak-anak yang sebagian besar masih balita itu kini harus tinggal bersama nenek atau bibinya. Lokasi yang jauh di desa membuat mereka lebih susah mendapat layanan kesehatan. Maka, petugas kesehatan di Puskesmas setempat yang harus menjangkau ke rumah-rumah.

Anak-anak dan ibu yang tertular di desa-desa itu menunjukkan bahwa perempuan dan anak pun jadi korban. “Lalu apa kita hanya akan diam dan menyalahkan mereka yang tak bersalah ini?” tanya Efo. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?