12/24/2006

Stigma pada Odha adalah Pelanggaran HAM

Stigma pada Odha adalah Pelanggaran HAM

[Made Putri Ayu Rasmini, relawan Sobat dan Kisara Bali]

Stigma (cap buruk) sering kali menyebabkan terjadinya diskriminasi dan -pada gilirannya- akan mendorong munculnya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) bagi orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dan keluarganya. Stigma dan diskriminasi memperparah epidemi HIV/AIDS. Mereka menghambat usaha pencegahan dan perawatan dengan memelihara kebisuan dan penyangkalan tentang HIV/AIDS seperti juga mendorong keterpinggiran ODHA dan mereka yang rentan terhadap infeksi HIV.

Stigma berhubungan dengan kekuasaan dan dominasi di masyarakat. Pada puncaknya, stigma akan menciptakan, dan ini didukung oleh, ketidaksetaraan sosial. Stigma berurat akar di dalam struktur masyarakat, dan juga dalam norma-norma dan nilai-nilai yang mengatur kehidupan sehari-hari. Ini menyebabkan beberapa kelompok menjadi kurang dihargai dan merasa malu, sedangkan kelompok lainnya merasa superior.

Diskriminasi terjadi ketika pandangan-pandangan negatif mendorong orang atau lembaga untuk memperlakukan seseorang secara tidak adil yang didasarkan pada prasangka mereka akan status HIV seseorang. Contoh-contoh diskriminasi meliputi para staf rumah sakit atau penjara yang menolak memberikan pelayanan kesehatan kepada ODHA; atasan yang memberhentikan pegawainya berdasarkan status atau prasangka akan status HIV mereka; atau keluarga/masyarakat yang menolak mereka yang hidup, atau dipercayai hidup, dengan HIV/AIDS. Tindakan diskriminasi semacam itu adalah sebuah bentuk pelanggaran HAM.

Stigma dan diskriminasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Stigma dan diskriminasi yang dihubungkan dengan penyakit menimbulkan efek psikologi berat tentang bagaimana ODHA melihat diri mereka sendiri. Hal ini bisa mendorong, dalam beberapa kasus, terjadinya depresi, kurangnya penghargaan diri, dan keputusasaan. Stigma dan diskriminasi juga menghambat upaya pencegahan dengan membuat orang takut untuk mengetahui apakah mereka terinfeksi atau tidak. Bisa pula menyebabkan mereka yang telah terinfeksi meneruskan praktek seksual tidak aman karena takut orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka. Akhirnya, ODHA dilihat sebagai "masalah", bukan sebagai bagian dari solusi untuk mengatasi epidemi ini.

Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA disebabkan karena kurangnya informasi yang benar tentang cara penularan HIV, adanya ketakutan terhadap HIV/AIDS, dan fakta AIDS sebagai penyakit mematikan.

Hingga saat ini sikap dan pandangan masyarakat terhadap ODHA sangat buruk sehingga melahirkan permasalahan serta tindakan yang melukai fisik maupun mental bagi ODHA bahkan keluarga dan orang-orang terdekatnya.

Sesungguhnya hak ODHA sama seperti manusia lain, tetapi, karena ketakutan dan kekurangpahaman masyarakat, hak ODHA sering dilanggar. Menurut hasil penelitian dokumentasi pelanggaran HAM Yayasan Spiritia, 30 persen responden menyatakan pernah mengalami berbagai diskriminasi dalam pelayanan kesehatan dan dalam keluarga.

Hak asasi manusia itu di antaranya adalah:
1. Memiliki dan mendapatkan privasi,
2. Memiliki dan mendapatkan kemerdekaan, keamanan serta kebebasan berpindah
3. Bebas dari kekejaman, penghinaan (tindakan menurunkan martabat atau pengucilan)
4. Bekerja (termasuk terbukanya kesempatan yang sama)
5. Mendapatkan pendidikan serta menjalin mitra jaringan
6. Keamanan sosial dan pelayanan
7. Kesetaraan perlindungan dalam hukum
8. Menikah dan berkeluarga
9. Mendapatkan perawatan , dan masih banyak lagi.

Selain hak, ODHA juga mempunyai kewajiban seperti menjaga kesehatan, tidak menularkan ke orang lain, mencari informasi dan lain-lain.

Perbedaan antara ODHA dan orang yang tidak terinfeksi hanyalah ODHA memiliki virus yang melemahkan sistem kekebalan tubuhnya. Selain itu secara sepintas kita tidak dapat membedakan antara seseorang yang memiliki status HIV positif dengan orang yang tidak terinfeksi. Status HIV positif seseorang hanya bisa dibuktikan dengan tes darah dan itupun di lakukan dengan VCT (Voluntary Counseling and Testing), yaitu secara sukarela tanpa paksaan. Selain itu kita hanya bisa tahu jika ODHA membuka status HIV positif-nya kepada kita dan kita mempunyai kewajiban untuk menjaga konfidensialitas (kerahasiaan) ODHA tersebut.

Mencari informasi tentang HIV dan AIDS dari sumber yang tepat sebanyak-banyaknya adalah salah satu cara untuk melindungi diri kita dan orang lain. Misalnya mencari informasi yang tepat dari lembaga-lembaga yang kompeten di bidangnya seperti Komisi Penanggulangan AIDS (KPA), Kisara PKBI Bali, Yayasan Bali Plus, Yakita, Yayasan Hatoihati, Palang Merah Indonesia (PMI), dan masih banyak organisasi lain.

Paling penting adalah dengan semakin banyak informasi yang diserap masyarakat (dari berbagai lapisan), maka perlahan-lahan stigma dan diskriminasi akan dapat dilenyapkan, sehingga mempercepat dan mempermudah usaha pencegahan. Karena orang tidak takut lagi untuk mengetahui status HIV-nya, apakah mereka terinfeksi atau tidak. Selain itu, bagi mereka yang telah terinfeksi HIV dapat meneruskan praktik seksualnya dengan aman (menggunakan kondom) tanpa rasa takut jika orang-orang akan curiga terhadap status HIV mereka, sehingga mengucilkan mereka. HIV dan AIDS adalah masalah kita juga, bukan masalah orang-orang tertentu, meski kita kadang tidak menyadarinya

Dengan semakin banyak masyarakat yang sadar dan peduli akan HIV dan AIDS maka janji dapat ditepati, yakni hentikan AIDS! Ayo kita hapus stigma dan hentikan diskriminasi dengan memulainya dari diri kita sendiri. Sudahkah anda paham HIV dan AIDS? [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?