11/14/2006

Agama Mempunyai Persepsi Salah terhadap HIV/AIDS

Agama Mempunyai Persepsi Salah terhadap HIV/AIDS

[Asep Hidayat, anggota Kelompok Dampingan Sebaya Addict+]

Hari AIDS se-Dunia selalu diperingati berbagai kalangan di dunia, termasuk Indonesia. Tidak hanya termasuk kalangan yang mengalami langsung persoalan ini tapi juga mereka yang punya kepedulian pada masalah HIV/AIDS. Sayangnya, kelompok agama, sebagian besar masih berjarak dengan masalah HIV/AIDS. Tak hanya itu, agama pun turut serta dalam menyuburkan kesalahpahaman tentang HIV/AIDS.

HIV/AIDS merupakan penyakit kutukan, penyakit kotor. Begitulah ungkapan sebagian penganut agama yang condong (fanatik). Menurut mereka, penularan HIV disebabkan perbuatan melanggar agama. Seperti, menggunakan narkoba suntik, seks di luar nikah, dan berganti-ganti pasangan.

Hal ini pernah dikemukakan oleh salah seorang pimpinan organisasi masyarakat di Bali beberapa waktu lalu. Menurutnya infeksi HIV merupakan teguran Tuhan bagi umatnya yang menyimpang dari ajaran agama. Hal yang sama juga mungkin dikatakan pimpinan agama lain dalam merespon masalah HIV/AIDS. Padahal, di Bali misalnya, HIV/AIDS sudah menular pada anak-anak yang tidak pernah melakukan perbuatan yang menurut agama termasuk berdosa itu.

Benarkah Tuhan menciptakan HIV untuk menghukum umatnya yang berbuat dosa? Lalu bagaimana jika perbuatan dosa tersebut dilakukan dengan cara aman? Misalnya, melakukan hubungan seks selalu menggunakan kondom atau menggunakan nakoba dengan peralatan suntik steril? Dua hal itu meski dianggap berdosa oleh agama, tidak bisa menularkan HIV. Sebab keduanya dilakukan dengan kesadaran untuk tidak menularkan HIV pada orang lain.

Bagaimana jika hubungan seks dilakukan tanpa kondom oleh pasangan seks yang sah menurut agama tetapi di antara mereka ada yang positif HIV? Atau donor darah tanpa skrining? Dua perbuatan itu merupakan hal yang mulia menurut agama. Tetapi kalau dilakukan tanpa kewaspadaan, maka bisa menularkan HIV. Karena itu perlu diluruskan bahwa HIV/AIDS tidak ada hubungannya dengan dosa!

Pemahaman bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit kutukan dan kotor, menyebabkan kalangan agama kurang peduli terhadap masalah HIV. Mereka yakin jika seseorang tetap berada dalam aturan agama, akan terhindar dari virus yang mematikan itu. Sebab mereka jauh dari prilaku-prilaku yang berisiko.

Pengalaman ini pernah dialami Chapung, nama samaran, yang juga mantan pengguna narkoba suntik (penasun). Di tengah perjalanannya mengikuti kegiatan agama, dia dikejutkan dengan hasil test darah yang dilakukan pengurus yayasan. Menurut hasil tes darah tersebut, ia positif mengidap HIV serta Hepatitis B dan C. Mendapat info tersebut, Chapung syok dan depresi berat. Selama di yayasan ia murung dan suka menyendiri. Bagaimana tidak, menurut pengakuannya, saat test darah dilakukan, tidak ada penjelasan dan konseling sebelumnya. Bahkan hasil tes tersebut dibocorkan pada orang lain dan dimusyawarahkan pada rapat pengurus yayasan.

Setelah kabar tersebut menyebar di kalangan yayasan, sebagian orang tua murid mulai cemas dan takut anaknya akan tertular. Sehingga mereka meminta pengurus yayasan untuk mengeluarkan Chapung. Jika tidak maka anak-anak mereka yang harus keluar. Tak ada pilihan lain. Chapung pun dikeluarkan dari yayasan.

Peristiwa tersebut menggambarkan bahwa kalangan agama tidak mengerti “bagaimana HIV ditularkan?” Atau mereka malu salah satu siswanya ternyata tertular HIV. Sebab sejak awal mereka merasa yakin bahwa orang-orang di yayasan tersebut “jauh dari HIV”. Apa iya? HIV/AIDS tidak bisa dilihat hanya dengan melihat penampilan fisik. Untuk tahu seseorang positif HIV atau tidak harus lewat tes darah.

Maka jelas bahwa persepsi agamawan terhadap HIV perlu dibenahi. Karena jika tidak, maka upaya penanggulangan HIV/AIDS dan narkoba tidak akan menumukan titik terang. Padahal terapi spiritual bagi orang dengan HIV/AIDS (Odha) dan korban narkoba sangat dibutuhkan. Perlunya penyebaran informasi HIV/AIDS dan narkoba di kelompok-kelompok keagamaan, semata-mata untuk meluruskan persepsi mereka terhadap HIV serta mengurangi stigma dan diskriminasi pada Odha.

Sebab masalah HIV/AIDS, narkoba, seks bebas merupakan masalah kita bersama. Dan yakinlah bahwa HIV/AIDS ada di tengah-tengah kita. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?