11/07/2006

Bahan Renungan Hari AIDS se-Dunia

Bahan Renungan Hari AIDS se-Dunia

[Kartini, Anggota KDS Tunjung Putih]

Tiap 1 Desember seluruh dunia memperingati Hari AIDS se-Dunia. Indonesia, termasuk Bali pun memperingati momen untuk mengingat makin gawatnya epidemi HIV/AIDS di dunia tersebut. Namun, peringatan tahunan itu sering kali hanya momen sesaat yang lalu tak berbekas sama sekali. Hari AIDS se-Dunia hanya jadi ritual tanpa makna. Maka, perlu bahan renungan agar ada sesuatu yang bisa dilakukan setelah peringatan hari AIDS se-Dunia tersebut.

Mengingat tahun-tahun terakhir ini penyebaran HIV makin meningkat, pemerintah terus berupaya meningkatkan aktivitas berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Salah satu contohnya adalah menjamurnya berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak dalam bidang tersebut. Memang langkah tersebut adalah salah satu upaya tepat, baik bagi masyarakat umum maupun bagi korban narkotika pisikotropika zat adiktif (Napza) serta orang dengan HIV/AIDS (ODHA). Setidaknya adanya berbagai LSM membuat masyarakat awam, korban NAPZA, dan ODHA lebih mudah mendapatkan berbagai informasi tentang apa itu Napza dan HIV/AIDS.

Untuk mempermudah, mempercepat, dan memaksimalkan upaya penjangkauan terhadap korban Napza dan HIV/AIDS, biasanya LSM mempunyai beberapa Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Namun tidak semua LSM menjalankan tugas dengan efektif. Contohnya pengalaman seorang ODHA anggota KDS Tunjung Putih, KDS bagi perempuan ODHA dan OHIDHA. Menurutnya pelayanan kesehatan serta penyampaian informasi tentang narkoba dan HIV/AIDS Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Denpasar, kurang memuaskan bahkan sangat mengecewakan. Pengalaman itu berdasarkan pengalaman pribadi saat dia berstatus sebagai Narapidana.

Sebut saja namanya Dian. Kebetulan saat itu Dian sakit dan dokter bilang Dian kena herpes. Kemudian tanpa memberi obat, dokter cuma bilang kalau obat herpes itu ada tapi mahal. Karena ingin sembuh, Dian tetap minta tolong pada dokter agar bisa dapat obat tersebut. Akhirnya dia diberi resep yang harus cepat ditebus. Dian merasakan sakit yang amat sangat. Herpes yang tadinya cuma di paha, menjalar dan melingkar dari lutut, paha, dan pinggang.

Akhirnya benjolan-benjolan tersebut makin besar dan pecah sehingga menjadi borok sangat parah. Dian pun cacat kulit seumur hidup karena bekas luka tidak bisa hilang sampai sekarang. Tidak itu saja, selama di LP, berbagai sakit dialaminya dari mulai TBC. Hingga pada suatu hari Dian konseling di konselor Pokja Lapasa. Hasilnya Dian positif HIV.

Pada saat itu CD4, tingkat kekebalan tubuh, Dian hanya 91. Maka menurut konselornya, Dian harus terapi anti-retroviral (ARV), obat penekan jumlah virus dalam tubuh. Tanpa fikir panjang, Dian setuju dengan saran konselor untuk terapi ARV, tanpa tanya ini dan itu asal minum obat sesuai dosis anjuran dokter. Karena pada waktu itu Dian belum begitu faham apa itu ARV beserta efek sampingnya. Justru Dian tahu lebih jelas tentang ARV dan efek samping semenjak aktif di pertemuan dan rutin mengikuti kegiatan KDS-KDS seperti Tunjung Putih, Sobat, Hidup, dan lain-lain.

Harapan kami, tolonglah ditingkatkan dalam membina dan menyampaikan pengertian serta pengetahuan tentang HIV, ARV, dan efek samping. Sebab itu sangat penting bagi ODHA yang baru mulai terapi. Sangat berbahaya jika kita terlambat mengetahuinya. Di samping itu, obat subsidi agar dimanfaatkan lebih efektif agar tidak terjadi lagi kasus seperti yang dialami Dian, cacat kulit seumur hidup lantaran terlambat dapat obat herpes. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?