12/28/2006

Mengenal Lebih Dalam tentang Harm Reduction

Mengenal Lebih Dalam tentang Harm Reduction

[Andy Mansrianto, Petugas Lapangan Yayasan Hatihati Denpasar]

Bali masih masuk lima provinsi dengan kasus HIV/AIDS terbanyak di Indonesia hingga saat ini. Jumlah kasus HIV/AIDS di Bali hingga September lalu ada 1136 kasus. Kasus terbesar masih terjadi di kalangan injecting drug user (IDU) atau pengguna narkoba suntik (penasun) yaitu 44,5 persen, diikuti heteroseksual 38 persen, homo/biseksual 9 persen, tidak diketahui 8 persen, dan kelahiran 0,5 persen. Masih besarnya kasus di kalangan penasun membuat pemerintah, masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), saat ini mau tidak mau harus terus menjalin kerjasama. Strategi pencegahan, sosialisasi informasi, dan advokasi itu bisa dilakukan melalui program harm reduction.

Bali butuh proses panjang untuk memulihkan pariwisata agar kembali seperti semula. Namun Bali butuh proses pula untuk memotong mata rantai penularan HIV/AIDS. Semua itu tergantung pada peran pemerintah, LSM, dan masyarakat. Misalnya terkait kebijakan, program, serta situasi dan kondisi ekonomi dan politik.

Beberapa tahun belakangan banyak bukti menujukkan bahwa penggunaan dan peredaran narkoba serta penyebaran HIV sangat cepat di daerah yang kondisi sosial, ekonomi serta politiknya yang kurang baik. Setiap hari setiap enam detik satu orang terinfeksi HIV di seluruh dunia. Dalam 20 tahun terakhir dari seluruh penduduk bumi lebih dari 60 juta orang telah terinfeksi HIV. Dan menurut data badan kesehatan dunia WHO dan lembaga AIDS internasional UNAIDS sampai Desember 2004 sebanyak 44,3 juta orang terinfeksi HIV/AIDS.

Di Asia secara tradisional opium dipakai dengan cara dihisap. Akan tetapi seiring waktu, pembuatan serta penggunaan opium beralih kepada heroin yang pada awalnya dipakai dengan cara hisap namun kemudian dengan cara suntik agar hemat, irit dan lebih nikmat. Penggunaan heroin dengan cara suntik inilah yang akhirnya mengakibatkan epidemi human immunodeficiency virus (HIV), virus penyebab sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh atau acquired immunde deficiancy syndrome (AIDS) di kalangan IDU di sejumlah negara maju dan berkembang semakin tinggi kasus HIV-nya.

Harm reduction adalah upaya penanggulangan dan pencegahan yang menekankan pada tujuan jangka pendek dan dilakukan secara cepat dan tepat untuk mengurangi segala dampak buruk akibat penggunaan narkoba suntik tidak steril serta hubungan seks tanpa kondom. Artinya siapapun yang menggunakan jarum tidak steril atau seks bebas tanpa kondom, berarti membuka peluang tertular HIV, hepatitis maupun penyakit lainnya.

Pada penggunaan narkoba suntik bukan heroinnya yang mengakibatkan penularan HIV tetapi perilaku dari penggunaan jarum suntik yang tidak steril yang mengakibatkan tingginya risiko penularan HIV di kalangan penasun. Sampai saat ini tingginya penularan HIV di kalangan penasun menarik perhatian secara nasional dan dunia internasional. Nah salah satu upaya dari makin tingginya jumlah kasus HIV di penasun, adalah dengan cara menerapkan harm reduction yaitu upaya memotong mata rantai dari penularan HIV/AIDS di kalangan IDU. Caranya penasun selalu menggunakan jarum steril saat memakai narkoba. Demikian halnya bagi yang melakukan hubungan seks agar selalu menggunakan kondom.

Salah satu contoh (ilustrasi secara umum) strategi dari pengurangan dampak buruk yang sering kita lihat di masyarakat adalah penggunaan sabuk pengaman maupun penggunaan helm. Sabuk pengaman dan helm tidaklah berfungsi 100 persen mencegah terjadinya kecelakaan mobil maupun sepeda motor. Namun juka terjadi kecelakaan maka pemakaian sabuk keselamatan dan helm inilah yang besar jasanya dalam mengurangi jumlah korban. Dalam hal ini pemerintah mengetahui pada kenyataannya pengendara kendaraan baik roda dua maupun roda empat, sering terjadi tindakan ugal-ugalan di saat berada di jalan-jalan raya. Filosofi yang sama mendasari pula pendekatan pengurangan dampak buruk (harm reduction).

Harm reduction merupakan “payung” dari 12 aktivitas yang sampai saat ini diterapkan di Indonesia khususnya di Bali dan telah menjadi strategi nasional. Program harm reduction meliputi: 1) Penjangkauan; 2) Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE); 3) Konseling Pengurangan Resiko; 4) Pengurangan Infeksi, 5) Pertukaran Jarum Suntik (NEP); 6) Clean Up Day dan Pemusnahan Jarum Suntik Bekas, 7) Perawatan dan Rehabilitasi Narkoba, 8) Substitusi Oral Methadone; 9) Pelayanan Kesehatan Dasar; 10) Pendidikan Sebaya (PE), 11) Konseling dan Tes HIV (VCT); serta 12) Perawatan dan Dukungan pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Semua aktivitas harm reduction tersebut bertujuan agar HIV/AIDS makin bisa ditangani dan tidak menular pada banyak orang. Selain itu juga agar tidak lagi terjadi salah paham terhadap masalah HIV/AIDS. Namun penekanan harm reduction, sekali lagi, adalah untuk mengurangi dampak buruk akibat penggunaan narkoba suntik. Harm reduction tidak hanya membagi jarum suntik atau subtitusi oral tapi keseluruhan aktivitas tersebut.

Dari upaya-upaya di atas sudah jelas, bahwa harm reduction tidaklah menganjurkan penasun untuk terus menggunakan narkoba karena adanya jarum. Harm reduction hanya memberikan pilihan-pilihan serta pandangan dari aktivitas di atas tersebut, pada penasun atau kelompok berisiko lain. Pemakaian jarum suntik yang tidak steril dan berhubungan seks bebas tanpa kondom, adalah pintu awal membuka peluang HIV/AIDS, hepatitis dan penyakit lainnya masuk ke dalam tubuh.

Seringkali juga terjadi bahwa program harm reduction, secara tidak langsung berperan menurunkan jumlah pengguna narkoba. Sebab program harm reduction hanya pintu masuk bagi penasun untuk ikut terapi substitusi yang pada akhirnya juga membuatnya sampai pada abstinence atau berhenti sama sekali. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?