12/11/2006

Miras Bisa Memicu Penularan HIV

Miras Bisa Memicu Penularan HIV

[IGN Pramesemara, S.Ked, Mahasiswa FK Unud, Relawan KISARA PKBI Bali]

Beberapa waktu lalu terjadi suatu polemik akibat munculnya pabrik minuman keras (miras) beralkohol di Tabanan. Kalangan birokrat dan pengusaha yang terkesan pro, berbeda dengan masyarakat Bali pada umumnya yang bersikap kontra.

Yang pro beralasan untuk membantu meningkatkan retribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD), menampung tenaga kerja, mengurangi biaya devisa untuk import miras, disertai embel-embel bahwa produksinya tidak akan dijual di Bali. Disamping itu, terkutip juga suara-suara wakil rakyat yang meminta masyarakat tidak apriori dengan adanya pabrik miras tersebut. Karena kalau tidak meminum langsung hasil produksinya, tentu kita tidak akan kecanduan. Selain itu, dijanjikan pula dalam distribusinya akan selalu diawasi.

Sedangkan yang kontra beralasan karena hal itu dapat merusak generasi muda. Dampak negatif lainnya, akses masyarakat akan makin mudah mendapatkan miras. Lambat-laun masyarakat akan memiliki ketergantungan terhadap miras, terutama generasi muda. Padahl masih maraknya peredaran miras lokal (sejenis arak atau tuak) saja sudah cukup meresahkan masyarakat Bali di mana sering menimbulkan tindakan kriminal hingga bentrokan pemuda antardesa pakraman.

Sebagai perbandingan, hendaknya kita sama-sama berkilas balik ke belakang. Masihkah ingat terhadap realita penyalahgunaan arak methanol? Kasus ini sempat menjadi topik bahasan utama gambaran efek negatif miras. Pada akhirnya generasi muda yang jadi korban utama. Kembali lagi sejalan waktu, fakta itu seakan perlahan-lahan menguap menghilang dan yang tersisa hanya cerita, tanpa kita tahu bagaimana penyelesaiannya.

Untuk itu, marilah kita lihat dan menganalisa kedua fenomena miras di atas secara seksama dan dengan pertimbangan akal sehat. Kenapa miras harus kita perdebatkan? Yakinkah, apakah betul akan tercapai dampak positifnya? Sedikit berlogika, cobalah kita membandingkannya! Seberapa banyak peningkatan PAD yang Bali bisa dapatkan dari keberadaan miras? Apakah mampu mengimbangi dampak negatif miras terhadap generasi muda Bali nantinya?

Apa pun bungkus kemasannya, miras ya tetap minuman keras! Minuman mengandung alkohol di mana ideal penggunaannya hanya untuk hal-hal yang berindikasikan medis.

Alkohol sebagai bahan utama miras termasuk kedalam golongan Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) yang diharamkan keberadaannya. Napza adalah zat-zat kimiawi baik bersifat natural maupun sintetik yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia, secara oral melalui mulut mau pun dihirup melalui hidung. Penggunaan Napza secara berkelanjutan akan mengakibatkan ketergantungan secara fisik dan atau psikologis serta kerusakan pada sistem syaraf (otak) dan organ-organ otonom (jantung, paru, ginjal, hati, lambung dan pankreas). Apabila ketergantungan terhadap alkohol sudah terjadi, keadaan ini secara lebih khusus disebut Alkoholisme.

Alkohol merupakan zat psikoaktif paling berbahaya! Wujudnya berupa cairan yang mengandung etanol (etil-alkohol) yang mampu menekan syaraf pusat, mempengaruhi fungsi faal tubuh maupun perilaku seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan. Alkohol bersifat menenangkan, menghilangkan rasa sakit dan membius, tetapi juga dapat merangsang dan rasa gembira yang berlebihan. Alkohol mempengaruhi sistem syaraf pusat sedemikian rupa sehingga kontrol perilaku seseorang menjadi berkurang. Efek alkohol tidaklah sama pada semua orang, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, mental, dan lingkungan sekitarnya. Banyak pendapat ahli yang mengatakan bahwa bahaya alkohol jauh lebih besar daripada obat lainnya.

Karena itu, tidak mengherankan jika penggunaan miras sangat berisiko menimbulkan masalah masyarakat lebih lanjut. Setelah minum miras, kontrol psikososial seseorang akan hilang! Selain sebagai pemicu timbulnya tindakan kriminal dan kecelakaan lalu-lintas, miras juga secara tidak langsung mempercepat penyebaran HIV, virus penyebab AIDS. Tindakan-tindakan negatif yang beresiko terhadap penularan HIV/AIDS, seperti penyalahgunaan napza dan hubungan seks yang bebas bertukar pasangan pun semakin mudah terjadi.

Sudah lebih dari 44 juta orang di dunia yang terinfeksi HIV dan lebih dari 25 juta orang yang meninggal dunia karena AIDS (WHO, 2006). Di Indonesia, menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia terdapat sekitar 11.000 penduduk Indonesia yang positif terinfeksi HIV dengan sekitar 1600 orang yang meninggal dunia karena AIDS. Saat ini di seluruh dunia sebagian besar kasus HIV/AIDS bersumber dari penyalahgunaan Napza terutama pengunaan jarum suntik sekitar 47 persen dan hubungan seks tanpa alat pengaman kira-kira 36 persen (WHO, 2006). Kasus HIV/AIDS di Bali memakan korban utama dari kalangan remaja dengan rentang usia 10-29 tahun sekitar 57 persen. (Kisara, 2006).

Dari analisa sederhana ini, disimpulkan dampak negatif miras jauh lebih besar dari pada dampak positifnya. Selayaknya semua pihak bersatu-padu, bahu-membahu mengatasi masalah miras dalam berbagai bentuk operasionalnya. Selain itu, pembangunan pabrik miras sangatlah bertentangan dengan adat-istiadat dan nilai-nilai spiritual masyarakat Bali.

Maka seyogyanya kita mulai mengubah sikap, berperilaku, dan berpikir aman dan sehat. Janganlah hanya memandang keuntungan segelintir pihak ataupun kenikmatan sesaat saja. Karena kalau dibiarkan maka inilah pertanda genderang lonceng kehancuran generasi penerus bangsa mulai ditabuhkan. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?