1/04/2007

Bencana AIDS di Kalangan Remaja Bali

Bencana AIDS di Kalangan Remaja Bali

[Edy Suryawan, Koordinator Lapangan Yayasan Hatihati Bali]

Bangsa Indonesia sedang mengalami kesulitan. Saat ekonomi terpuruk, bencana alam bertubi-tubi menerpa negeri kita ini. Mulai dari tanah longsor, gempa bumi, ledakan bom sampai bencana tsunami yang meratakan sebagian wilayah Sumatra dan Jawa. Di awal tahun baru ini pun bencana akibat alam datang tak kunjung henti. Ada kapal tenggelam di laut Jawa, ada pula pesawat hilang di Sulawesi.

Tanpa mengecilkan semua bentuk bencana itu, Indonesia pun menghadapi bencana dalam bentuk lain yaitu makin banyaknya kasus HIV/AIDS di kalangan remaja. Tiap hari kasus HIV/AIDS baru muncul tanpa bisa dicegah kedatangannya. Mulai dari orang dewasa, remaja, ibu rumah tangga sampai pada anak-anak tidak berdosa harus menerima beban HIV pada tubuh mereka. Epidemi ini kini telah melanda seluruh wilayah Indonesia ini, termasuk Bali.

Sampai September 2006, jumlah kasus HIV/AIDS di Bali menunjukkan hingga angka 1.136 kasus. Data menurut Dinas Kesehatan Provinsi Bali tersebut meningkat sampai 25 persen dibanding 2005 lalu. Pada 2005 kasus HIV/AIDS di Bali mencapai 880 kasus. Hal yang mengkhawatirkan adalah 627 kasus (55,19 persen) berasal dari usia muda yaitu golongan umur 20-29 tahun. Kondisi ini memaksa berbagai pihak pemerintah maupun lembaga swadaya masyarakat (LSM) untuk melakukan pendekatan pada kelompok remaja. Pendekatan itu mulai dari penyuluhan narkoba dan HIV/AIDS hingga melibatkan remaja pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan HIV dan narkoba.

Penyuluhan dan pelibatan remaja dalam kegiatan tentang HIV/AIDS dilakukan untuk mengajak remaja agar tahu dan peduli pada persoalan ini. Sebab remaja sebagai aset bangsa perlu dijaga agar terhindar dari cengkeraman narkoba dan HIV/AIDS. Dengan demikian kasus narkoba dan HIV/AIDS di kalangan remaja bisa ditekan sedini mungkin.

Laju penularan HIV/AIDS di kelompok remaja di Bali saat ini bisa dikatakan sebagai bencana. Jika penyebaran virus HIV di kelompok remaja ini tidak mendapatkan perhatian serius maka bisa dipastikan pulau dewata tercinta ini akan mengalami bencana yang lebih besar dari tsunami dimana generasi muda sebagai penerus bangsa sudah habis terpapar HIV/AIDS. Tempat yang sangat strategis dan memiliki keindahan alam serta keunikan budaya membuat hampir semua tempat di Bali memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun manca negara. Hal ini juga menjadi salah satu kebanggaan masyarakat bali khususnya para remaja disaat dirinya diakui sebagai orang bali. Namun yang perlu diwaspadai adalah Bali saat ini merupakan daerah yang memiliki peluang sebagai tempat penyebaran Virus HIV/AIDS melalui para pendatang ataupun wisatawan asing kepada masyarakat Bali.

Di balik keindahannya Bali juga banyak memiliki perilaku risiko yang begitu lekat di lokasi-lokasi wisata yang di kunjungi wisatawan, dimana perilaku beganti pasangan dan penggunaan narkoba yang menjadi trend para wisatawan telah membaur dalam kehidupan sosial masyarakat bali sejak 20 tahun lalu. Perilaku seks berisiko dikalangan remaja saat ini telah menjadi salah satu bentuk jasa pelayanan bagi wisatawan yang memiliki nilai tukar yang cukup tinggi. Sehingga tidak jarang terlihat beberapa pekerja seks komersial (PSK) muda belia tidak segan untuk mengambil risiko ini.

Di awal tahun 2000 Pemakaian narkoba mulai dari cara hisap sampai dengan cara penyuntikan telah berjalan seiring dengan perilaku seks di kalangan remaja di Bali. Data yang Yayasan Hatihati sejak tahun 1999 hingga Desember 2004 menunjukkan bahwa usia rata-rata pengguna narkoba berasal dari golongan umur 15-20 tahun (91%) Hal ini membuktikan bahwa begitu besarnya pengaruh Narkoba dan Perilaku seks dalam meningkatkan kasus HIV/AIDS di kalangan remaja di Bali.

Bali sebagai pusat pariwisata dunia sejak dulu telah menyedot perhatian para wisatawan asing sehingga bisa dikatakan Bali sebagai daerah transit perilaku risiko baik perilaku seks maupun penyalahgunaan Narkoba. Sejak kasus HIV/AIDS di temukan di Bali pada 1987 sampai sekarang menunjukan begitu besarnya pengaruh wisatawan asing terhadap perilaku risiko di Bali. Begitu banyaknya devisa yang telah dihasilkan dari aspek pariwisata ini namun hasil ini tidak sebanding dengan salah satu dampak yang ditimbulkan dari para wisatawan yang datang ke Bali dimana narkoba dan seks telah membaur dalam kehidupan wisata di Bali. Akankah ini menjadi pemikiran bagi pihak-pihak pejuang pariwisata untuk ikut ambil bagian dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS di Bali?

Sudah sepantasnya pihak pemerintah daerah memikirkan hal ini secara serius. Namun hal yang lebih penting lagi ialah bagaimana menjaga agar perilaku risiko tersebut tidak lagi membayang-bayangi kehidupan para remaja. Sehingga program pencegahan HIV/AIDS dan Narkoba di kalangan remaja harus terus di promosikan dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah maupun pusat. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?