1/30/2007

Mengubah Persepsi untuk Membendung HIV

Mengubah Persepsi untuk Membendung HIV

[Anton Muhajir, anggota Komunitas Jurnalis Peduli AIDS Bali]

Bagi sebagian besar orang, terutama yang melihat dari kaca mata moral, kegiatan Wayan Sarijo mungkin dipandang negatif. Sehari-hari, bapak empat anak ini mengelola kamar di rumahnya sebagai tempat prostitusi. Wayan Sarijo salah satu dari sekitar sebelas germo di Desa Pengulon, Kecamatan Gerokgak, Buleleng. Empat kamar di rumahnya tak jauh dari Pelabuhan Celukan Bawang jadi tempat transaksi hubungan seks.

Tapi marilah kita melihat dari persepktif lain. “Saya melakukan itu justru agar laki-laki yang baru selesai berlayar tidak masuk ke desa untuk mencari cewek,” kata Sarijo akhir Desember lalu. Apa yang dilakukan Sarijo ternyata malah untuk melindungi desanya agar tidak dijadikan pelayar untuk memuaskan berahi. Dulu, sebelum Sarijo dan germo lain menyediakan kamar untuk tempat transaksi seks, pelayar sering datang ke desa. Kini, tak ada lagi pelayar masuk ke desa untuk mencari cewek.

Dari sisi lain, penyediaan tempat transaksi seks itu juga memudahkan penanggulangan HIV dan AIDS. Hubungan seksual berganti pasangan tanpa menggunakan kondom adalah salah satu penyebab penularan human immunodeficiacny virus (HIV), virus penyebab acquired immune deficiancy syndrome (AIDS) atau sindrom menurunnya sistem kekebalan tubuh. Hingga Oktober 2006 lalu dari 1220 jumlah kasus HIV dan AIDS di Bali 38 persen terjadi akibat hubungan seks. Kasus terbesar masih dari pengguna narkoba suntik (44,5 persen).

Penggunaan jarum suntik tidak steril secara bergantian adalah cara penularan HIV yang lain. Selain itu penularan HIV bisa terjadi dari ibu pada anaknya saat melahirkan atau ketika menyusui. Namun, di Bali, maupun Indonesia umumnya, penularan terbesar masih terjadi dari penggunaan jarum suntik tidak steril dan hubungan seksual tanpa kondom itu tadi.

Karena itu, germo berperan dalam pencegahan penularan HIV. Sebagai pengelola tempat transaksi seks, mereka bisa melakukan intervensi langsung pada pekerja seks komersial (PSK) yang mereka bina. Sarijo dan germo lain pun melakukan pencegahan ini. “Kami selalu menyarankan agar PSK menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seks,” kata Sarijo. Tujuannya untuk menghindari penularan infeksi seksual menular (IMS), termasuk HIV itu tadi.

Kesadaran itu muncul setelah Sarijo dan germo lain di Pengulon mendapat penjangkauan dari Yayasan Citra Usadha Indonesia (YCUI), lembaga penanggulangan AIDS di Bali yang memang menyasar desa-desa sebagai lokasi penjangkauan. Pelan-pelan germo di Pengulon pun mulai tahu tentang IMS serta HIV dan AIDS. Tidak hanya menyarankan pada PSK agar menggunakan kondom, secara rutin pun mereka memeriksa kesehatan PSK tiap bulan.

Tes kesehatan itu dilakukan di Klinik IMS Keliling milik Puskesmas II Gerokgak. Menurut I Gusti Ngurah Anom Supradnya, dokter di Puskesmas II Gerokgak, IMS yang banyak terjadi adalah GO. “Sampai saat ini belum ditemukan kasus HIV di Pengulon,” kata dokter kelahiran 24 Mei 1973 ini.

Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Bali Kesuma Kelakan mendukung usaha yang dilakukan Sarijo dan germo lain di Pengulon dalam penanggulangan AIDS tersebut. “Ini tidak berarti mendukung prostitusi. Mari kita lihat masalah ini dari sudut pandang kesehatan. Bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk mencegah dampak lebih buruk yaitu makin menularnya HIV pada orang lain,” kata Alit ketika berkunjung ke Pengulon bersama pejabat terkait dari Pemerintah Provinsi Bali dan Kabupaten Buleleng.

Pemprov Bali sendiri telah mengesahkan Komitmen Sanur pada 7 Mei 2004 lalu yang salah satu isi komitmen tersebut adalah meningkatkan penggunaan kondom pada setiap aktifitas seksual berisiko dengan target 60 persen pada akhir tahun 2005 dan menjadi 80 persen pada akhir tahun 2007. Perda No 3 tahun 2006 tentang penangulangan AIDS pun mengakui perlunya penggunaan kondom untuk mencegah penularan HIV.

Tapi ya sayangnya masih banyak orang melihat masalah HIV dan AIDS itu dari kaca mata kuda. Membicarakan kondom sebagai alat pencegahan, misalnya, masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Karena itu sudah saatnya kita mengubah sudut pandang. Mari melihat masalah ini dari sudut pandang kesehatan. Kalau kita bisa mencegahnya, kenapa tidak dilakukan? [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?