1/14/2007

ODHA juga Harus Melaksanakan Kewajiban

ODHA juga Harus Melaksanakan Kewajiban

[Kartini, anggota Kelompok Dukungan Sebaya Tunjung Putih]

Saat ini banyak orang meneriakkan tentang perlunya operlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi orang dengan HIV/AIDS (Odha). Teriakan yel-yel, tentang HAM bergema di seluruh pelosok negeri, bahkan di seluruh permukaan bumi. Meski demikian, tak sedikit masyarakat kita yang awam tentang pengertian HAM itu sendiri. Bahkan sebagian masyarakat juga ada yang tidak tahu sama sekali apa sebenarnya “hak asasi”. Inilah yang patut kita renungkan, kita kaji lebih jauh, dan kita adakan perbaikan cara penyampaian informasi tentang pengertian HAM. Agar ke depannya tidak ada lagi yang salah persepsi tentang HAM.

Hal lain yang jadi otokritik adalah kendati pun kita semua mempunyai hak, tapi jangan kita terus lupa diri, bahwa sebelum mendapatkan hak, kita juga harus melaksanakan kewajiban. Hal itu perlu digarisbawahi agar semua berjalan seimbang. Jangan mentang-mentang ODHA, lalu mau seenak gue. Pastikan dan yakinkan pada masyarakat dan pemerintah bahwa ODHA dan injecting drug user (IDU) atau pengguna narkoba suntik mampu mandiri dan tidak selalu bergantung pada orang lain.

Kalau dari dulu ODHA dan IDU menuntut Stop Diskriminasi dan Stigma, bagaimana jadinya jika stigma dan diskriminasi itu justru datangnya dari sikap dan perilaku ODHA dan IDU sendiri? Di sinilah justru letak egoisme kita. Ironisnya justru ODHA dan IDU itu biasanya cenderung ingin disayang, ingin dimengerti, ingin dipahami, dan selalu ingin didengar pendapatnya. Padahal jika sadar, justru mereka tidak pernah menyayangi dirinya sendiri. Tidak sedikit ODHA yang justru dengan cueknya masih menggunakan narkoba padahal mereka tahu itu sesuatu yang merugikan kesehatan. Bahkan, tak terhitung jumlah ODHA yang masih asik merokok padahal mereka pasti tahu rokok bisa memicu infeksi oprtunistik. Inilah renungan yang perlu diperhatikan. Bagaimana orang lain mau peduli pada masalah Anda jika Anda sendiri tidak peduli pada masalah Anda?

Ketidakpedulian pada kesehatan diri sendiri ini pun terjadi di skala lebih besar. Contoh nyata baru-baru ini terjadi dan sempat membikin heboh pihak rumah sakit dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) penanggulangan AIDS di Bali. Gara-garanya ada ODHA yang lari ketika dirawat di rumah sakit. Padahal LSM pendampingan sudah susah payah dan melakukan semua usaha agar klien mendapat pelayanan medis mengingat kondisi klien memang harus mendapat perawatan secara intensif. Karena klien tidak mampu menanggung biaya rumah sakit, maka dirujuk ke LSM dan dilanjutkan ke rumah sakit.

Menurut peraturan, pasien telantar menjadi tanggung jawab Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinsos). Mengingat ODHA dan IDU juga punya hak untuk mendapat layanan kesehatan tanpa harus membedakan status apapun itu namanya. Kendati pun begitu, proses untuk jadi pasien telantar tidaklah mudah karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi klien. Salah satunya harus siap dipulangkan ke daerah asal setelah sembuh dari sakitnya.

Tapi yang sangat disayangkan, justru si klien yang sudah dibantu semaksimal mungkin oleh rumah sakit dan LSM justru lari ketika dirawat. Padahal sakitnya sudah parah dan harus terapi OAT (obat anti TBC).

Justru yang rugi total adalah pasien itu sendiri, karena sudah tidak dapat perawatan yang maksimal. Selain itu walau pun sampai saat ini yang bersangkutan masih diperbolehkan kontrol, tapi dia harus nebus resep sendiri karena masuk kategori pasien umum. Padahal semula dia mendapat perawatan gratis. Nah kalau sudah begitu siapa yang rugi?

Pelajaran yang bisa kita ambil adalah jangan pernah menuntut mendapatkan layanan kesehatan lagi, jika tidak mau melaksanakan kewajiban untuk perduli sama kesehatan diri sendiri. Karena bukan cuma satu ODHA yang perlu bantuan dan pertolongan. Ada ratusan bahkan mungkin ribuan ODHA yang perlu perawatan dan dukungan juga. Jika rumah sakit dan pihak lain sudah tidak menggubris program ini lagi, dan tidak mau bekerjasama dengan LSM-LSM yang ada, bagaimana jadinya nasib teman-teman ODHA yang perlu perawatan medis?

Poin yang ingin saya sampaikan bagi semua ODHA dan IDU adalah sadarlah walaupun sama-sama punya hak, boleh menuntut hak, tapi jangan lupa utamakan kewajiban. Bagi para relawan juga dermawan, jangan bosan-bosan membantu ODHA dan IDU. Karena tidak semua ODHA dan IDU mempunyai pikiran yang negatif, melainkan tak sedikit ODHA dan IDU berpikiran positif dan ingin maju. Bantuan yang kami maksud di sini bukan saja sekedar materi, tapi mereka juga perlu dukungan emosional dan yang utama adalah bimbingan. Agar ke depannya nanti mereka tidak cuma bisa menadahkan tangan, melainkan bisa sebaliknya. Mereka bisa jadi usahawan dan donatur yang kuat. Dan yang perlu di ingat apapun status mereka,yang pasti mereka adalah tetap manusia yang punya hak untuk hidup layak seperti manusia lain.

Kami berharap tidak ada pihak yang tersinggung dengan adanya tulisan ini. Karena ini bukan suatu kritik, melainkan suatu masukan atau pembelajaran bagi kita semua untuk memahami arti sebuah hak dan kewajiban. [***]

ODHA juga Harus Melaksanakan Kewajiban

ODHA juga Harus Melaksanakan Kewajiban

[Kartini, anggota Kelompok Dukungan Sebaya Tunjung Putih]

Saat ini banyak orang meneriakkan tentang perlunya operlindungan hak asasi manusia (HAM) bagi orang dengan HIV/AIDS (Odha). Teriakan yel-yel, tentang HAM bergema di seluruh pelosok negeri, bahkan di seluruh permukaan bumi. Meski demikian, tak sedikit masyarakat kita yang awam tentang pengertian HAM itu sendiri. Bahkan sebagian masyarakat juga ada yang tidak tahu sama sekali apa sebenarnya “hak asasi”. Inilah yang patut kita renungkan, kita kaji lebih jauh, dan kita adakan perbaikan cara penyampaian informasi tentang pengertian HAM. Agar ke depannya tidak ada lagi yang salah persepsi tentang HAM.

Hal lain yang jadi otokritik adalah kendati pun kita semua mempunyai hak, tapi jangan kita terus lupa diri, bahwa sebelum mendapatkan hak, kita juga harus melaksanakan kewajiban. Hal itu perlu digarisbawahi agar semua berjalan seimbang. Jangan mentang-mentang ODHA, lalu mau seenak gue. Pastikan dan yakinkan pada masyarakat dan pemerintah bahwa ODHA dan injecting drug user (IDU) atau pengguna narkoba suntik mampu mandiri dan tidak selalu bergantung pada orang lain.

Kalau dari dulu ODHA dan IDU menuntut Stop Diskriminasi dan Stigma, bagaimana jadinya jika stigma dan diskriminasi itu justru datangnya dari sikap dan perilaku ODHA dan IDU sendiri? Di sinilah justru letak egoisme kita. Ironisnya justru ODHA dan IDU itu biasanya cenderung ingin disayang, ingin dimengerti, ingin dipahami, dan selalu ingin didengar pendapatnya. Padahal jika sadar, justru mereka tidak pernah menyayangi dirinya sendiri. Tidak sedikit ODHA yang justru dengan cueknya masih menggunakan narkoba padahal mereka tahu itu sesuatu yang merugikan kesehatan. Bahkan, tak terhitung jumlah ODHA yang masih asik merokok padahal mereka pasti tahu rokok bisa memicu infeksi oprtunistik. Inilah renungan yang perlu diperhatikan. Bagaimana orang lain mau peduli pada masalah Anda jika Anda sendiri tidak peduli pada masalah Anda?

Ketidakpedulian pada kesehatan diri sendiri ini pun terjadi di skala lebih besar. Contoh nyata baru-baru ini terjadi dan sempat membikin heboh pihak rumah sakit dan beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) penanggulangan AIDS di Bali. Gara-garanya ada ODHA yang lari ketika dirawat di rumah sakit. Padahal LSM pendampingan sudah susah payah dan melakukan semua usaha agar klien mendapat pelayanan medis mengingat kondisi klien memang harus mendapat perawatan secara intensif. Karena klien tidak mampu menanggung biaya rumah sakit, maka dirujuk ke LSM dan dilanjutkan ke rumah sakit.

Menurut peraturan, pasien telantar menjadi tanggung jawab Dinas Kesejahteraan Sosial (Dinsos). Mengingat ODHA dan IDU juga punya hak untuk mendapat layanan kesehatan tanpa harus membedakan status apapun itu namanya. Kendati pun begitu, proses untuk jadi pasien telantar tidaklah mudah karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi klien. Salah satunya harus siap dipulangkan ke daerah asal setelah sembuh dari sakitnya.

Tapi yang sangat disayangkan, justru si klien yang sudah dibantu semaksimal mungkin oleh rumah sakit dan LSM justru lari ketika dirawat. Padahal sakitnya sudah parah dan harus terapi OAT (obat anti TBC).

Justru yang rugi total adalah pasien itu sendiri, karena sudah tidak dapat perawatan yang maksimal. Selain itu walau pun sampai saat ini yang bersangkutan masih diperbolehkan kontrol, tapi dia harus nebus resep sendiri karena masuk kategori pasien umum. Padahal semula dia mendapat perawatan gratis. Nah kalau sudah begitu siapa yang rugi?

Pelajaran yang bisa kita ambil adalah jangan pernah menuntut mendapatkan layanan kesehatan lagi, jika tidak mau melaksanakan kewajiban untuk perduli sama kesehatan diri sendiri. Karena bukan cuma satu ODHA yang perlu bantuan dan pertolongan. Ada ratusan bahkan mungkin ribuan ODHA yang perlu perawatan dan dukungan juga. Jika rumah sakit dan pihak lain sudah tidak menggubris program ini lagi, dan tidak mau bekerjasama dengan LSM-LSM yang ada, bagaimana jadinya nasib teman-teman ODHA yang perlu perawatan medis?

Poin yang ingin saya sampaikan bagi semua ODHA dan IDU adalah sadarlah walaupun sama-sama punya hak, boleh menuntut hak, tapi jangan lupa utamakan kewajiban. Bagi para relawan juga dermawan, jangan bosan-bosan membantu ODHA dan IDU. Karena tidak semua ODHA dan IDU mempunyai pikiran yang negatif, melainkan tak sedikit ODHA dan IDU berpikiran positif dan ingin maju. Bantuan yang kami maksud di sini bukan saja sekedar materi, tapi mereka juga perlu dukungan emosional dan yang utama adalah bimbingan. Agar ke depannya nanti mereka tidak cuma bisa menadahkan tangan, melainkan bisa sebaliknya. Mereka bisa jadi usahawan dan donatur yang kuat. Dan yang perlu di ingat apapun status mereka,yang pasti mereka adalah tetap manusia yang punya hak untuk hidup layak seperti manusia lain.

Kami berharap tidak ada pihak yang tersinggung dengan adanya tulisan ini. Karena ini bukan suatu kritik, melainkan suatu masukan atau pembelajaran bagi kita semua untuk memahami arti sebuah hak dan kewajiban. [***]

This page is powered by Blogger. Isn't yours?